Perjalananmu di dunia pendidikan masih panjang nak.Ibu tidak mau memaksamu untuk jadi anak yang pintar dan mendapat nilai sempurna untuk semua mata pelajaran. Bukan itu tujuan Ibu menyekolahkanmu. Belajarlah dengan gembira.
Wednesday, October 31, 2012
Tantangan Orang Tua: Apakah Anak Harus Pintar di Sekolah?
Monday, August 6, 2012
Refleksi 67 Tahun Indonesia Merdeka : Mengatasi Pendidikan Mahal
Image: FreeDigitalPhotos.net
Tidak terasa, tanggal 17 Agustus tahun ini, sudah 67 tahun Indonesia merdeka. Tetapi apakah kita benar-benar sudah merdeka, tetap menjadi pertanyaan retoris.Bagaimana tidak? Merdeka kok apa-apa tidak terbeli. Mulai dari bahan pangan yang harganya semakin mahal dari hari ke hari, sampai pendidikan yang merupakan kewajiban orangtua untuk melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas di masa depan. Ya, hal itulah yang seringkali jadi beban untuk para orangtua jaman sekarang. Sekolah mahal. Apalagi pendidikan tinggi.
Jika dirunut lebih lanjut, tugas kita sebagai orangtua adalah untuk mendidik anak kita agar mereka nantinya bisa mandiri, dan menjadi orangtua yang baik kemudian kembali mendidik anaknya kelak. Jika sekarang saja pendidikan sudah mahal, apalagi nanti untuk cucu cicit kita. Sementara di sisi lain, banyak kita lihat sekarang sarjana yang kesulitan untuk mencari pekerjaan. Lalu untuk apa ya sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya hanya akan menambah jumlah pengangguran?
Saya jadi teringat dengan obrolan dengan seorang teman pada waktu kuliah dulu. Pada saat itu di kampus sedang ada program Student Exchange, dan teman saya itu berasal dari Norwegia. Dia menceritakan tentang sistem pembiayaan pendidikan di negaranya, yaitu bahwa pemerintahnya menyediakan semacam pinjaman lunak untuk yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Pinjaman tersebut dikembalikan secara bertahap setelah yang bersangkutan sudah bekerja. Hal itu dilakukan, karena disana biaya kuliah sangatlah mahal, dan tidak semua mampu. Sedari awal biasanya anak sudah memiliki gambaran tentang cita-cita mereka, sehingga kalau kemampuannya (finansial) terbatas dan dia sudah memiliki minat tertentu, maka dia akan memilih sekolah kejuruan agar nantinya dia bisa membuka usaha atau bekerja di bidang yang sesuai minatnya tersebut. Mungkin konsep ini sudah diterapkan di banyak negara, hanya kebetulan saja saya mendengar sendiri dari teman saya tentang negaranya.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Yah, kalau kita hanya mengeluh saja, masalah tidak akan selesai. Harus ada tindakan nyata yang bisa menjadi solusi bagi permasalahan mahalnya biaya pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Saat ini yang sudah banyak dilakukan adalah pemberian beasiswa kepada anak-anak yang berprestasi tetapi kurang mampu. Banyak pihak, mulai dari pemerintah sampai swasta, yang sudah memiliki program ini. Program yang menyertai beasiswa pun semakin lama semakin berkembang, mulai dari beasiswa plus kegiatan pengembangan diri, beasiswa plus jaminan diterima kerja di perusahaan tersebut, beasiswa plus aktivitas sosial di masyarakat, dan sebagainya.
Di tengah program-program tersebut, saya menemukan sebuah konsep menarik pemberian beasiswa, yang dilakukan oleh Koperasi Siswa Bangsa. Hampir sama dengan cerita teman saya dari Norwegia, mereka menerapkan sistem Dana Siswa Bangsa, seperti yang saya kutip dari website mereka:
Merupakan solusi pembiayaan pendidikan bagi siswa-siswi dengan nilai akademis dan karakter berkualitas yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi tanpa membebani keluarga. Dikelola oleh Koperasi Siswa Bangsa atas inisiatif dari Putera Sampoerna Foundation yang telah berpengalaman dan terpercaya dalam dunia pendidikan, Dana Siswa Bangsa membantu siswa mendapatkan akses pendidikan berkualitas di Indonesia maupun di luar negeri. Proses pengembalian pinjaman dilakukan setelah siswa lulus kuliah dan telah mendapatkan pekerjaan. Lamanya pembayaran berbeda untuk setiap individual karena tergantung daripada besarnya jumlah pinjaman.
Dana Siswa Bangsa juga menyediakan pinjaman untuk tunjangan hidup selama masa kuliah serta memberikan fasilitas bimbingan dan pengembangan karir agar bisa menjadi calon pemimpin bangsa yang pragmatis dan berkarakter.
Menarik bukan? Sungguh, tadinya saya tidak membayangkan kalau program seperti ini bisa diterapkan di Indonesia, karena harus ada pihak yang benar-benar memiliki inisiatif dan tekad kuat untuk bisa mewujudkannya. Mudah-mudahan program ini segera diikuti oleh pihak-pihak lain agar semakin banyak lagi anak yang bisa menyelesaikan pendidikan tinggi dengan dibekali pengetahuan yang cukup untuk bisa meraih masa depan yang lebih baik untuk Indonesia.
Amin...
Sumber: siswabangsa.org
Wednesday, July 25, 2012
Mengajak Anak Puasa

Image: FreeDigitalPhotos.net
Alhamdulillah, tahun ini dipertemukan kembali dengan Bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah bagi seluruh umat Muslim. Pada bulan ini pastinya umat Muslim berlomba-lomba memperbanyak ibadah agar mendapat manfaat sebesar-besarnya dari keberkahan yang sudah dijanjikan oleh ALlah SWT.
Bagi yang sudah dewasa dan berakal, pasti bisa mengukur kemampuannya sendiri. Tetapi bagaimana dengan anak-anak, kapan sebaiknya mereka diajari untuk berpuasa dan bagaimana caranya? Ada beberapa tips yang bisa dilaksanakan (dan sudah saya praktekkan juga :) )
1. Memberikan contoh kepada anak
Inilah yang paling penting. Anak adalah cerminan dari orang tua. Jadi, kalau kita ingin anak kita berbuat baik, maka kita harus membiasakan diri kita berbuat baik dulu. Demikian juga dengan puasa, kalau orangtuanya saja ogah-ogahan dalam menjalankan, jangan harap anak akan mau puasa dengan ikhlas. So, berpuasalah dengan sebaik-baik puasa, tunjukkan bahwa puasa itu menyenangkan dan merupakan bagian dari kewajiban kita dalam menjalankan agama dengan baik.
2. Memberikan penjelasan dengan bahasa yang mudah dipahami
Anak yang mulai kritis pasti akan bertanya, mengapa kita harus puasa? Jelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Memang baik menjelaskan dalil-dalil agama sebagai dasar perintah puasa, tapi sampaikanlah dengan bahasa mereka, pastikan bahwa mereka benar-benar memahami apa yang kita berikan. Yah, itulah tantangan orang tua jaman sekarang, hehe.. tapi yang jelas pastikan bahwa sesederhana apapun informasi yang anda sampaikan, jangan sedikitpun berbohong.
3. Memastikan usia anak sudah siap
Kapan sebaiknya mengajak anak puasa? Menurut pengalaman, anak-anak usia SD (6-7 tahun) sudah mulai bisa membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak secara normatif. Itulah usia ideal untuk mulai mengajak anak melaksanakan puasa. Usia dibawah itu tergantung kematangan psikis anak, karena tiap anak berbeda, dan orang tua masing-masing lebih tahu. Namun lebih dari usia itu rasanya terlambat, karena anak akan segera memasuki pra remaja. Seperti kita tahu, kewajiban puasa mulai berlaku untuk mereka yang sudah akil balig (sekitar 12 tahun). Ketika mulai belajar, tentunya tidak mungkin memaksakan anak puasa penuh, pasti harus bertahap sampai mereka benar-benar bisa. Untuk itu perlu beberapa tahun (atau beberapa kali Ramadhan) sampai mereka siap.
4. Mengikuti kegiatan-kegiatan bermanfaat
Di bulan Ramadhan, pasti akan marak kegiatan-kegiatan yang bisa diikuti, mulai dari TPA, pesantren, dan sebagainya. Libatkan anak dengan suasana tersebut, tetapi jaga jangan sampai mereka terpaksa. Pilih tempat yang menyenangkan dan sesuai keinginan mereka. Misalnya, mereka lebih suka TPA di tempat yang lebih jauh karena teman-temannya juga ada di sana. Ikuti saja, walaupun resikonya kita harus menyediakan waktu lebih untuk antar jemput. Singkat kata, jadikan semua itu dari keinginan mereka sendiri sehingga mereka ikhlas menjalaninya.
5. Mengatasi anak rewel karena puasa
Bisa dipastikan, pada awal belajar puasa anak pasti rewel. Ketika bangun sahur sulit, kemudian ketika puasa masih jam 10 sudah lapar atau haus, misalnya. Itu hal yang biasa, tetapi jangan langsung membiarkan mereka berbuka. Alihkan perhatian kepada hal-hal yang bisa membuat mereka terlibat, misalnya membuat handycraft, permainan, membaca buku cerita, dan sebagainya. Ketika sahur, sejak hari sebelumnya tanyakan kepada mereka, makanan apa yang mereka mau untuk sahur, dan bagaimana cara membangunkan sahur yang mereka inginkan. Laksanakan apa yang mereka inginkan ketika membangunkan untuk sahur.
6. Jangan menjanjikan hadiah
Ada orangtua yang menjanjikan anak hadiah karena mau puasa, ada yang berupa uang atau barang. Sebaiknya dihindarkan, sebisa mungkin tanamkan sejak dini bahwa yang akan memberi mereka hadiah adalah Allah SWT atas puasa yang mereka jalankan. Hal ini penting, karena apa yang kita ajarkan sejak dini itulah yang akan tertanam di benak mereka hingga dewasa. Berikan saja pujian yang tulus.
Itu beberapa tips yang bisa diterapkan, semoga bermanfaat..